Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-47:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا ، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا ، وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا ، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ
Penjelasan Hadits
مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
Inilah syarat diterimanya semua amal. Inilah syarat yang menjadikan sebuah amal bisa memperoleh keutamaan atau fadhilah. Bahwa amal itu harus ikhlas, dilandasi iman, lillah. Termasuk, dalam bab melayat jenazah.
Seperti dibahas pada hadits-hadits sebelumnya, ihtisaban makna awalnya adalah mengharap perhitungan (pahala). Maksudnya sama dengan ikhlas. Dan karenanya jika ada orang mengerjakan amal karena ingin mendapatkan pahala dari Allah, itu berarti ikhlas. Tidak seperti yang dikatakan sebagian sufi bahwa siapa yang mengerjakan amal dengan masih berharap pahala/balasan berarti ia belum ikhlas.
Di sini pula korelasi antara iman dan amal. Bahwa iman itu tidak cukup dengan keyakinan hati tetapi harus diikuti dengan amal. Sebaliknya, amal saja tanpa diikuti dengan keyakikan hati tidak akan bernilai di sisi Allah. Sehingga Imam Bukhari mengatakan, melayat jenazah adalah bagian dari iman. Artinya, jika seorang muslim selalu mengerjakan amal ini (melayat jenazah), imannya pada bagian ini sempurna. Tetapi jika ia tidak pernah melayat jenazah tanpa udzur syar'i maka imannya berkurang.
وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا ، وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا
Seperti dijelaskan dalam hadits mengenai hak muslim, salah satunya haknya adalah diiringi jenazahnya ketika ia meninggal. Mengiringi jenazah artinya mengantarkannya sampai dimakamkan, termasuk menshalatinya sebelum dimakamkan. Shalat jenazah merupakan salah satu fardhu kifayah, sehingga secara umum seseorang yang mengiringi jenazah dan menshalatinya akan mendapatkan pahala fardhu kifayah tersebut. Berapa besarnya? Kalimat Rasulullah berikutnya akan menjelaskan kepada kita.
فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ
Inilah pahala melayat jenazah, menshalati dan memakamkannya. Jika ketiganya dilakukan oleh seorang muslim, maka muslim tersebut mendapatkan pahala dua qirath, semisal dua bukit uhud.
وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ
Adakalanya seorang muslim hanya sempat melayat dan ikut shalat jenazah tetapi tidak bisa mengantarkannya ke pemakaman. Untuk golongan yang seperti ini, dia mendapatkan pahala satu qirath, yaitu semisal satu bukit Uhud.
Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Melayat jenazah (sebagaimana amal yang lain seperti shalat, puasa dan jihad) adalah sebagian dari iman
2. Ikhlas adalah syarat diterimanya segala amal dan syarat mendapatkan keutamaan amal tersebut
3. Mengiringi jenazah (termasuk menshalatinya) adalah hak muslim ketika ia meninggal yang harus ditunaikan juga termasuk fardhu kifayah
4. Keutamaan melayat jenazah, menshalati dan ikut memakamkannya adalah mendapatkan pahala dua qirath (seperti dua bukit Uhud)
5. Jika hanya melayat dan menshalati jenazah tanpa ikut memakamkannya, pahalanya sebesar satu qirath (seperti satu bukit Uhud)
Demikian hadits ke-47 Shahih Bukhari dan penjelasannya. Semoga kita dimudahkan Allah untuk senantiasa menjaga iman dengan memperbanyak amal dan menunaikan hak-hak saudara kita, termasuk melayat dan shalat jenazah ketika saudara kita meninggal. Wallaahu a'lam bish shawab.
sumber: bersama dakwah
editor: princesebi