Saudaraku,
sungguh indah ungkapan Rasulullahshallallaahu 'alaihi wa sallam berikut, Beliau bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كٌنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الِإيْمَانِ؛ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا ِللهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ في النَّارِ
Tiga hal yang bisa membuat seseorang bisa merasakan manisnya keimanan: Mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain, mencintai seseorang karena Allah, dan tidak mau kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak mau dilemparkan ke dalam api. (H.R. Bukhari Muslim)
Imam Nawawi, ketika mengomentari hadits ini di dalam Syarh Muslim menerangkan, makna halawatul Iman adalah:
اِسْتِلْذَاذ الطَّاعَات
(Merasakan nikmatnya melakukan ketaatan)
Seorang hamba yang sudah mendapatkan manisnya iman akan merasa nikmat dalam melakukan ketaatan. Segala perintah Allah akan terasa ringan baginya. Semua larangan Allah akan dengan mudah ditinggalkannya. Ketaatan baginya bukanlah beban. Larangan Allah untuknya bukanlah pembatasan kebebasan, atau pengekangan, tapi akan ia rasakan sebagai suatu bentuk kasih sayang Allah agar ia selamat, baik di dunia maupun di akhirat.
تَحَمُّلِ المَشَقَّات فِي رِضَا الله عَزَّ وَجَلَّ، وَرَسُوله - صلى الله عليه وسلم - وَإِيثَار ذَلِكَ عَلَى عَرَضِ الدُّنْيَا
(Rela memikul seberat apapun beban dan kesulitan, demi mengharap ridha Allah dan Rasul-Nya, dan lebih memilih ridha Allah dan Rasul-Nya ketimbang tawaran keduniaan)
Rasulullah dan para Sahabat Beliau yang mulia adalah tauladan kita semua dalam hal ini. Ingatkah kita, bagaimana pada suatu ketika, di saat pengaruh Islam semakin melebar luas, datanglah kepada Rasulullah beberapa orang pembesar kaum musyrikin Mekkah menawarkan beliau kedudukan, harta dan wanita. Namun, semua tawaran itu dengan tegas Beliau tolak. Ridha Allah lebih beliau pilih daripada ridha manusia, dakwah dan risalah ini lebih besar dan berharga bagi Beliau dari semua tawaran-tawaran tersebut. Ingatkah kita juga, sahabat Rasulullah yang bernama Suhaib Ar Rumy, yang ketika hendak hijrah ke Madinah, ditengah jalan ia dicegat oleh sekelompok kafir Mekkah, dengan berani ia berkata: "Biarkan saya pergi, dan ambil oleh kalian semua harta yang aku tinggalkan!". Subhanallah…Begitulah, ia lebih mencintai dan mengharapkan ridha Allah dan Rasulullah –Nya daripada kesenangan dunia. Akankah sama hal kita dengan mereka jika seandainya kita mendapat tawaran kesenangan yang serupa? Akankah kita akan tegar di jalan dakwah ketika sudah diberikan kemewahan dan kesenangan dunia? Manusia, ketika sulit, kebanyakan kuat imannya, namun ketika diberi kesenangan, banyak yang lupa diri. Na'uzubillah.
وَمَحَبَّة الْعَبْد رَبّه ـ سُبْحَانه وَتَعَالَى ـ بِفِعْلِ طَاعَته، وَتَرْكِ مُخَالَفَته، وَكَذَلِكَ مَحَبَّة رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم
(Mencintai Allah dengan melaksanakan ketaataatan terhadapnya, meninggalkan laranganNya, serta mencintai Rasulullah Saw.)
Saudaraku,
Rasulullah mensifati keimanan di sini sebagai sesuatu yang manis. Manisnya makanan dapat terasa di lidah jika kondisi badan sedang sehat, bilamana badan tak sehat rasa manis itu pun hilang. Begitu juga halnya iman, manisnya tidak akan dirasa jika iman bermasalah…
Saudaraku,
Manisnya iman terlihat di dalam keluasan dan kelapangan dada, baik di dalam senang maupun susah. Ia akan tampak dalam bentuk kekuatan menanggung beban dan menghadapi kesulitan. Seseorang yang mendapatkan manisnya iman akan selalu merasakan kedekatan dengan Allah, selalu yakin akan janji-Nya, ridha akan ketentuan-Nya, dan berpasrah diri di hadapan-Nya. Orang itu akan memiliki manhaj hidup yang jelas berdasarkan keimanan, dia akan menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, walau bertentangan dengan keinginannya dan kehendaknya. Ia juga akan menjaga dan mempererat hubungannya dengan Allah, manusia, dan semua yang berada di alam ini.
Manisnya iman akan melahirkan keridhaan akan segala ketentuan Allah. Betapa tidak, iman yang menghunjam di dalam dada memberikannya keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi atas ketentuan-Nya, dan ketentuan-Nya itulah yang terbaik. Bukankah segala sesuatu dalam diri adalah milik Allah dan kita hanya dititipi? Maka ketika Allah mengambilnya yang lahir adalah rasa sabar, dan jika Allah menambahkannya yang timbul adalah kesyukuran.
Rasulullah saw bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.
Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu, segala perkara baik baginya dan itu tidak terjadi kepada selain orang mukmin. Jika ia diberi kesenangan ia bersyukur, dan itu adalah terbaik baginya. Dan jika ia ditimpa kesulitan ia bersabardan itu adalah terbaik baginya. (HR. Muslim)
Manisnya iman akan melahirkan keyakinan bahwa Allah sangat sayang kepadanya. Bahkan ketika ia terjatuh ke kubang dosa dan maksiat, Allah tetap melimpahkan nikmat-Nya. Dan bila ia bertobat Allah akan sangat gembira seraya membuka pintu maaf-Nya selebar-lebarnya. Dalam shoheh Muslim (Juz 8 Hal. 92. Hadits ke: 7131) di ceritakan sebuah gambaran tentang betapa senangnya Allah kepada seorang hamba-Nya yang bertaubat. Seorang yang dalam perjalanan, bersamanya kuda dan segala perbekalan. kemudian ia tertidur namun ketika terbangun ia tidak menemukan kudanya lagi lalu ia mencari dan terus mencari hingga ia tak sanggup lagi karena kelelahan. Ia pun pasrah dan tertidur. Tiba-tiba ia terbangun dan di sampingnya telah ada kuda dan perbekalannya. Ia kemudian berucap: "Allah, engkau hambaku dan Aku tuhanMu" Saking senangnya ia tersalah dalam ucapan. Kata Rasulullah: "Allah lebih senang dengan taubatnya seorang hamba dari senangnya pemilik kuda ini ketika menemukan kudanya kembali…"
Coba kembali renungkan, dalam tafakkur dan muhasabah, renungkan berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, niscaya di sana kita akan melihat dan merasakan, betapa besar kasih sayang-Nya kepada kita…
Saudaraku,
Manisnya iman itu harus di cari dan diusahakan, salah satu tips agar kita merasakan manisnya iman adalah, kita harus memiliki satu amalan yang dirahasiakan. cukup kita dan Allah saja yang tahu, rahasiakan amalan itu walau kepada orang terdekat kepada kita sekalipun. Dan satu lagi, untuk meraih manisnya iman banyak-banyaklah berdoa seperti sebuah doa yang diajarkan oleh Rasulullah saw:
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ، اللهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي، وَأَهْلِي، وَمِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ
- جامع الترمذي، كتاب الدعوات -
Ya Allah, sesungguhnya aku meminta cintaMu, kecintaan orang yang mencintaiMu, juga amalan yang menyampaikanku kepada kecintaan terhadapMu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan terhadapMu melebihi kecintaanku terhadap diriku, hartaku dan air yang dingin. []
ثَلَاثٌ مَنْ كٌنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الِإيْمَانِ؛ أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا ِللهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ في النَّارِ
Tiga hal yang bisa membuat seseorang bisa merasakan manisnya keimanan: Mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain, mencintai seseorang karena Allah, dan tidak mau kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak mau dilemparkan ke dalam api. (H.R. Bukhari Muslim)
Imam Nawawi, ketika mengomentari hadits ini di dalam Syarh Muslim menerangkan, makna halawatul Iman adalah:
اِسْتِلْذَاذ الطَّاعَات
Seorang hamba yang sudah mendapatkan manisnya iman akan merasa nikmat dalam melakukan ketaatan. Segala perintah Allah akan terasa ringan baginya. Semua larangan Allah akan dengan mudah ditinggalkannya. Ketaatan baginya bukanlah beban. Larangan Allah untuknya bukanlah pembatasan kebebasan, atau pengekangan, tapi akan ia rasakan sebagai suatu bentuk kasih sayang Allah agar ia selamat, baik di dunia maupun di akhirat.
تَحَمُّلِ المَشَقَّات فِي رِضَا الله عَزَّ وَجَلَّ، وَرَسُوله - صلى الله عليه وسلم - وَإِيثَار ذَلِكَ عَلَى عَرَضِ الدُّنْيَا
Rasulullah dan para Sahabat Beliau yang mulia adalah tauladan kita semua dalam hal ini. Ingatkah kita, bagaimana pada suatu ketika, di saat pengaruh Islam semakin melebar luas, datanglah kepada Rasulullah beberapa orang pembesar kaum musyrikin Mekkah menawarkan beliau kedudukan, harta dan wanita. Namun, semua tawaran itu dengan tegas Beliau tolak. Ridha Allah lebih beliau pilih daripada ridha manusia, dakwah dan risalah ini lebih besar dan berharga bagi Beliau dari semua tawaran-tawaran tersebut. Ingatkah kita juga, sahabat Rasulullah yang bernama Suhaib Ar Rumy, yang ketika hendak hijrah ke Madinah, ditengah jalan ia dicegat oleh sekelompok kafir Mekkah, dengan berani ia berkata: "Biarkan saya pergi, dan ambil oleh kalian semua harta yang aku tinggalkan!". Subhanallah…Begitulah, ia lebih mencintai dan mengharapkan ridha Allah dan Rasulullah –Nya daripada kesenangan dunia. Akankah sama hal kita dengan mereka jika seandainya kita mendapat tawaran kesenangan yang serupa? Akankah kita akan tegar di jalan dakwah ketika sudah diberikan kemewahan dan kesenangan dunia? Manusia, ketika sulit, kebanyakan kuat imannya, namun ketika diberi kesenangan, banyak yang lupa diri. Na'uzubillah.
وَمَحَبَّة الْعَبْد رَبّه ـ سُبْحَانه وَتَعَالَى ـ بِفِعْلِ طَاعَته، وَتَرْكِ مُخَالَفَته، وَكَذَلِكَ مَحَبَّة رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم
Saudaraku,
Rasulullah mensifati keimanan di sini sebagai sesuatu yang manis. Manisnya makanan dapat terasa di lidah jika kondisi badan sedang sehat, bilamana badan tak sehat rasa manis itu pun hilang. Begitu juga halnya iman, manisnya tidak akan dirasa jika iman bermasalah…
Saudaraku,
Manisnya iman terlihat di dalam keluasan dan kelapangan dada, baik di dalam senang maupun susah. Ia akan tampak dalam bentuk kekuatan menanggung beban dan menghadapi kesulitan. Seseorang yang mendapatkan manisnya iman akan selalu merasakan kedekatan dengan Allah, selalu yakin akan janji-Nya, ridha akan ketentuan-Nya, dan berpasrah diri di hadapan-Nya. Orang itu akan memiliki manhaj hidup yang jelas berdasarkan keimanan, dia akan menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, walau bertentangan dengan keinginannya dan kehendaknya. Ia juga akan menjaga dan mempererat hubungannya dengan Allah, manusia, dan semua yang berada di alam ini.
Manisnya iman akan melahirkan keridhaan akan segala ketentuan Allah. Betapa tidak, iman yang menghunjam di dalam dada memberikannya keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi atas ketentuan-Nya, dan ketentuan-Nya itulah yang terbaik. Bukankah segala sesuatu dalam diri adalah milik Allah dan kita hanya dititipi? Maka ketika Allah mengambilnya yang lahir adalah rasa sabar, dan jika Allah menambahkannya yang timbul adalah kesyukuran.
Rasulullah saw bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.
Manisnya iman akan melahirkan keyakinan bahwa Allah sangat sayang kepadanya. Bahkan ketika ia terjatuh ke kubang dosa dan maksiat, Allah tetap melimpahkan nikmat-Nya. Dan bila ia bertobat Allah akan sangat gembira seraya membuka pintu maaf-Nya selebar-lebarnya. Dalam shoheh Muslim (Juz 8 Hal. 92. Hadits ke: 7131) di ceritakan sebuah gambaran tentang betapa senangnya Allah kepada seorang hamba-Nya yang bertaubat. Seorang yang dalam perjalanan, bersamanya kuda dan segala perbekalan. kemudian ia tertidur namun ketika terbangun ia tidak menemukan kudanya lagi lalu ia mencari dan terus mencari hingga ia tak sanggup lagi karena kelelahan. Ia pun pasrah dan tertidur. Tiba-tiba ia terbangun dan di sampingnya telah ada kuda dan perbekalannya. Ia kemudian berucap: "Allah, engkau hambaku dan Aku tuhanMu" Saking senangnya ia tersalah dalam ucapan. Kata Rasulullah: "Allah lebih senang dengan taubatnya seorang hamba dari senangnya pemilik kuda ini ketika menemukan kudanya kembali…"
Coba kembali renungkan, dalam tafakkur dan muhasabah, renungkan berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, niscaya di sana kita akan melihat dan merasakan, betapa besar kasih sayang-Nya kepada kita…
Saudaraku,
Manisnya iman itu harus di cari dan diusahakan, salah satu tips agar kita merasakan manisnya iman adalah, kita harus memiliki satu amalan yang dirahasiakan. cukup kita dan Allah saja yang tahu, rahasiakan amalan itu walau kepada orang terdekat kepada kita sekalipun. Dan satu lagi, untuk meraih manisnya iman banyak-banyaklah berdoa seperti sebuah doa yang diajarkan oleh Rasulullah saw:
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ، اللهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي، وَأَهْلِي، وَمِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ
Ya Allah, sesungguhnya aku meminta cintaMu, kecintaan orang yang mencintaiMu, juga amalan yang menyampaikanku kepada kecintaan terhadapMu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan terhadapMu melebihi kecintaanku terhadap diriku, hartaku dan air yang dingin. []
Sumber: bersamadakwah
Penulis : Rojja Pebrian, Lc
PIP PKS Brunei
Kandidat Master Universiti Islam Sultan Sharif Ali – Brunei Darussalam
Editor: princesebi