Akhwat itu susah Move On… itu kesimpulan instan yang saya dapatkan. Meski sejatinya tidak semuanya begitu. Miris memang, tapi itu kenyataan. Setidaknya itu yang saya temukan. Tak percaya…? Mungkin kisah ini bisa bisa jadi sebagian bukti.
Kisah Pertama
Terjadi saat pembinaan tarbawi yang sudah diakhiri, menghangat kembali akibat tema “Kapan Datangnya Belahan Hati”.
“Sudahlah…saya percaya…jodoh itu pasti datang…saat hati sudah ikhlas dan merelakan sosok dambaan yang tak bisa didapatkan…” cetus si mad’u yang ada di hadapannya tanpa beban sambil mengangkat ransel hendak melangkah pergi
“Astaghfirullah…berarti hingga detik ini anti belum ikhlas…?” Sang Murobbiyah tiba-tiba menyahut dengan nada tegas.
“He…he…he…” dengan lugu si Mad’u menjawab dengan tertawa basi.
Tanpa sadar ia duduk kembali, urung untuk melangkah pergi.
“Ck…ck…ck… istighfar ukhti…segera bersihkan hati…” suara Sang Murobbiyah merendah kembali
“Bisa jadi itu sebabnya… data anti selalu kembali…setiap kali ana berikhtiar untuk anti belakangan ini…” lanjut beliau dengan nada sedih.
“Sebaiknya jangan diteruskan seperti ini…anti menyakiti diri sendiri… anti menyakiti orang yang menyayangi anti… segera ditata kembali hatinya… ikhlaskan semuanya… semoga akan ada takdir indah yang mengiringinya ” tutur Sang Murobbiyah kembali menasehati.
Tanpa sadar air mata si Mad’u mulai meleleh…ia begitu dihinggapi rasa bersalah.
Kisah Kedua
“Ana ndak bisa mbak… apa yang harus ana lakukan…” ujar ukhti Solihah lewat sebuah pesan singkat di HP nya.
“Ana susah mengawali sesuatu… dan ketika sudah nyaman… ana takut mencoba yang baru… ibarat sebuah tempat… saya takut untuk melangkah pergi… jujur mbak “beliau” masih tersimpan rapi di hati” lanjut ukhti Solihah makin sendu.
“Ikhlaskan hati dhek… menikah itu tak cukup hanya dengan jatuh cinta… saat anti mampu berusaha bangun cinta… InsyaAllah akan lebih indah… terlebih lagi lebih berkah… Allah slalu punya pilihan yang terbaik” dengan berusaha sebijak mungkin “Mbak”nya memberi jawaban balasan.
Ini sudah sekian kali… sudah hampir proses ketiga yang ukhti Solihah jalani dan masalahnya masih sama. Ia merasa belum mampu “pindah” ke lain hati. Sedang “yang dinanti” merasa masih belum siap tanpa batas waktu yang pasti. Padahal pihak keluarga sudah tak sabar lagi. Dilema melanda, itu sudah pasti.
***
Begitulah akhwat… mereka sebagaimana wanita pada umumnya. Mereka terlalu “setia” dengan perasaanya. Sebuah artikel di dunia maya menyebutkan, pada dasarnya wanita adalah sosok yang sangat setia, kesetiaan mereka terkadang tidak dibalas setimpal oleh laki-laki, tentunya sangat menyakitkan bagi seorang wanita, tapi itulah wanita walau sering disakiti tapi mereka tetap berusaha mempertahankan hubungan dengan mengutamakan kesetiaan. Saat wanita mengalami “tragedi cinta” mereka kebanyakan membutuhkan “waktu berkabung” yang lebih lama. Seorang Konselor percintaan Dr. Rajan Bhonsle mengemukakan, hal itu bisa jadi benar dengan alasan wanita merupakan makhluk yang emosional.
"Bagi kebanyakan wanita, jatuh cinta adalah proses yang perlahan dan bertahap. Ketertarikan wanita kepada pria terbentuk dalam waktu yang lama seiring dia mulai mencintai, mengenali dan memahami lawan jenisnya. Dia memupuk perasaan cintanya, itulah sebabnya kegagalan percintaan atau perselingkuhan lebih menyakitkan bagi wanita," urai Dr. Raja
Sedangkan pakar yang lain mengemukakan hal yang sedikit berbeda, psikoterapis Dr. Reema Shah yang menyatakan bahwa urusan perasaan tidak bisa digeneralisasikan. Dr. Reema berargumen, perbedaan cara pria dan wanita dalam mengatasi masalah percintaan bukan karena gender, tapi lebih kepada kondisi sosial.
"Wanita bersikap demonstratif karena ada semacam persetujuan sosial yang 'membolehkan' mereka lebih terbuka secara emosional. Karena ekspresinya terlihat, orang jadi berpikir kalau wanita lebih sulit melupakan sakit hati," ujarnya.
Argumentasi kedua pakar tersebut makin mengamini jika realitas yang ada menunjukkan bahwa mayoritas wanita memang lebih memilih untuk berlama-lama dalam “derita” cintanya.
Maka teruntuk para kaum adam apapun sebutannya, mau yang ngakunya ikhwan atau bukan, sebaiknya tidak coba–coba mengetuk pintu hati wanita manapun dengan mengirimkan sinyal-sinyal cinta atau menanamkan benih cinta jika memang tidak dan belum sanggup membingkai cinta yang coba ditawarkannya dengan tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud adalah pernikahan. Mencintai berati menikahi. Itu prinsipnya. Tegas dan jelas.
Islam tidak memungkiri naluri dan fitrah insani dalam hal kecondongan terhadap lawan jenis. Allah berfirman,
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imron : 14)
Dan jalan terbaik untuk mengelola naluri tersebut sudah ditunjukkan Allah pula dalam kitab-Nya.
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nuur : 32)
Namun apabila merasa belum sanggup memilih solusi yang Allah tunjukkan, Dia menunjukkan alternatif pilihan yang lain yakni,
"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (QS. An Nuur : 33)
Disebutkan pula di ayat yang lain,
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".(QS. An Nuur : 30)
Tak hanya kaum Adam, wanita pun dianjurkan melakukan hal yang sama.
Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) terlihat……. (QS. An Nuur : 31)
Pilihan-pilihan sudah disediakan. Maka, bila melanggar batasan yang ada Allah telah mengingatkan,
“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra : 32)
Aturan Islam sudah jelas. Pada akhirnya berpulang pada diri masing–masing pilihan mana yang hendak diambil. Tentu sebagai insan yang tercerahkan oleh cahaya iman, semua tentu paham adalah kurang ahsan jika tindakan yang dilakukan akan menimbulkan kesusahan pada saudara seiman. Nasehat ini terutama bagi kaum Adam, jangan sampai karena sikap “kurang bertanggung jawab”nya menyebabkan saudaranya “menderita” berkepanjangan. Sebaliknya pula bagi kaum wanita, tak patut pula kiranya jika berlama-lama dan merasa nyaman dengan “derita cinta” sebab bisa jadi takdir terindah yang telah Allah siapkan jadi tertunda karenanya. So try to Move On girls…...!!!
sumber: bersamadakwah / [Kembang Pelangi]
editor :princesebi