Kembalikan Semangat yang Kemarin

    Author: MMM SEBI Genre: »
    Rating




    “Saatnya untuk mengakhiri semua ini”, tandasnya kepadaku. Tetiba saja Aku dijadikannya seperti orang dungu, terdiam tanpa gerak pun membisu tanpa suara. Dia bergegas meninggalkanku dikeheningan lorong waktu yang kelam, masih dalam bisu tanpa kata, terdiam. Pikiranku berlarian mengejar memori yang bertebaran, berserakan, berantakan dan antah berantah akibat mendengar pernyataannya kala itu. “Teng…. Teng….. teng….. 4 X”, suara lonceng tanda akan dimulainya pengajian tafsir. Membubarkan lamunanku, membuatku tergerak untuk mengusap serpihan air mata yang secara tidak sadar buyar dari sudut mataku.
    Hiruk pikuk suara derapan langkah para santri yang getap untuk bergegas menuju majelis pengajian, tidak menjadikan langkah ini untuk menyamai langkah mereka yang penuh semangat, gairah. Entahlah, aku tidak memperdulikan mereka. Kini, masih hangat di benak pikiranku pernyataan darinya. Masih tidak ku mengerti apa yang dimaksudkannya. Oh inikah yang di maksud dengan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri? Bisa saja benar namun sepertinya bukan itu. Ada yang lebih sesuai dengan kondisiku saat ini.
    “Assalaamu’alaikum Wr. Wb.,” pengajian tafsir baru dimulai. Satu persatu santri mulai berdatangan ke majelis dengan tergepoh-gepoh terlambat, termasuk diriku sendiri yang sibuk dalam upaya memahami apa yang dinyatakannya. “Abror, Bayu, Dawiyah,……,” Absensi kehadiran santri untuk mengikuti pengajian tafsir. Ada satu nama yang ketika disebut tidak tampak terlihat acungan tangan atau terdengar ucapan “hadir”, seisi majelis gusar dibuatnya. “Ke mana dia, apakah dia sedang sakit?,” Tanya Ustadz dengan bijak. Semuanya terdiam. Sampai pada akhirnya secara spontan, “Dia lagi sakit hati, Ustadz,” Aku mengatakannya. Tidak, tidak. Apa sebenarnya yang terjadi pada diriku. Bertambah gusarlah seisi majelis pengajian tersebut karena ketidakjelasan sikap dan ucapanku tadi.
    Semenjak hari itu, tepatnya mulai setelah selesai pengajian, keadaan hidupku bertambah tidak karuan dan tidak jelas. “Ciyeeeee…. Cieciecie… prikkkittiiiwwww….”, candaan gurau para santri kepadaku setiap berpapasan di jalan ke sekolah maupun dalam kegiatan rutin pesantren. Sesekali kulihat wajahnya dari kejauhan, perawakannya sejuk nan damai. Tidak tampak setitikpun kesedihan atau hal-hal yang kurasakan sekarang ini. Beban pikiranku bertambah lagi, bukan hanya mencari jawaban maksud pernyataannya, spontanitas ucapanku saat pengajian, candaan gurau para santri, namun kini bertambah, mencari jawaban kenapa dia tampak santai, tenang, sejuk ditengah-tengah keramaian “ciecie…” oleh para santri, atas namanya dengan namaku? Hmmm….. kiranya hal apa yang pertama harus aku temukan jawabannya? Baiklah, mulai dari sekarang!
    Mengenai pernyataan darinya kala itu, yang kurasa tanpa sebab-akibat yang jelas, muncul begitu saja sudah ku dapati titik terangnya dari persoalan ini. Ucapannya bermakna kekecewaan terhadapku dimasa yang telah lalu. Di suatu pagi, saat liburan semester, “Hrrrrr…. Hrrrrr….”, disaku kurasakan getaran ponselku tanda adanya pesan yang masuk. Bukan main, ku terperanjat di buatnya, “Assalaamu’alaikum Wr. Wb. Mas, perlu kamu ketahui, Hati ini selalu berbicara mengenai dirimu. Apakah sama halnya dengan dirimu?”. Mas, panggilan asing itu menjadikan jari jemariku semakin berhati-hati membaca pesan tersebut. Bahkan karena tidak percaya, ku ulangi untuk kesekian kalinya membaca pesan itu. Ku dapati pengirimnya adalah dia. Balas membalas pesan cukup banyak memenuhi kotak pesan masuk, mulai dari hal yang penting sampai kepada yang tidak karuan, termasuk mengenai pesan pertama yang disebutkan diatas.
    Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, masuk ajaran baru di pesantren. Menjadi kebiasaan, pada hari dimana awal masuk adalah momentum salam-salaman berjabatan tangan satu sama lain, santri kepada santri, santri kepada segenap Ustadz, Ustadz dengan wali santri. Hari pertama adalah hari berjabatan tangan. Pada hari itu juga, kehidupan di pesantren dimulai kembali. Pernyataan, “Sudah saatnya mengakhiri semua ini”, diatas adalah tidak bisa balas membalas pesan lagi karena tidak diperkenankan untuk membawa alat komunikasi di pesantren. Mengajak untuk fokus belajar di semester baru ini. Ya, begitu kurang lebihnya maksud dari pernyataannya.
    Pesan kirimannya padaku dan kirimanku padanya merupakan kesalahan yang termasuk sangatlah fatal dirasakan akibatnya. Tidak jarang, saat di kelas pada jam sekolah, di majelis dan dimanapun saling lempar senyum seakan-akan sebuah keharusan, menjadi rutinitas sehari-hari. “Hallooow….., ada apa denganmu senyum-senyum sendiri?”. Ucap Heru sambil menggoyangkan telapak tangannya persis didepan wajahku. Belum sempat ku jawab, Heru terlanjur mengetahuinya, aku sedang tukeran senyum dengan dia disana. “Owh…. Jadi itu penyebabnya?”. Sontak ku terperanjat mendengarnya. Sambil terbata-bata ku jelaskan apa yang terjadi. Upayaku untuk mengada-adakan alasan tidak ada efeknya. Kini, bukan hanya tidak berbalasan pesan, senyumanpun tidak berbalas. Hal itu disebabkan sudah masuknya namaku dan nama dia dalam buku catatan hitam pesantren.
    Sekarang dengan sangat ku paham dan mengerti yang sebenarnya maksud “mengahiri segalanya” itu merupakan bagian dari sekian luasnya Hidayah-Nya atas Hamba-Nya yang terkilas oleh hasutan syaithan, termasuk diriku. Dengan menggalakan semangat 45, rutinitas keseharianku lebih terarah untuk pengembangan ilmu dan wawasan pengetahuan. Ya, itu saja bukan seperti yang sudah terjadi di kemarin. Melonjak tinggi apa yang disebut pencapaian seorang pelajar tulen. Semangat, sungguh-sungguh, disiplin, bertanggung jawab serta ketekunan dalam belajar yang tiada habisnya berkobar membara dalam jiwa ragaku sebagai seorang pelajar.

    By: Edi Haryadi

    Leave a Reply

    Jam

    Category

    Kalender Hijriah


    Jumlah Pengunjung