Ada kejadian menyentuh hati kala Rais Aam PBNU KH MA Sahal Mahfudh menghadapi sakaratul maut pada Kamis (23/1) hingga ajal menjemput pada Jumat dini hari.
Dalam keadaan mata terpejam, Mbah Sahal tiada henti melafalkan aneka macam doa, tahlil, hingga surat-surat pendek. Meski terdengar berat, bacaan ulama kharismatik ini terdengar jelas dan terang.
Kesaksian ini diceritakan dokter H Imron Rosyidi kepada NU Online usai tahlil malam kedua yang digelar di kediaman Rais Aam, Sabtu (25/1) malam. Dokter pribadi keluarga Mbah Sahal ini mengaku merinding mendengar lantunan hadlarah (bacaan sebelum tahlil) dari bibir Mbah Sahal yang terbaring lemah.
“Baru kali ini saya takut ketika menunggui orang yang mau meninggal. Bukan apa-apa, bacaan beliau yang jelas itulah yang membuat bulu kuduk saya berdiri. Terus terang, kalau ingat pengalaman tadi malam masih suka merinding,” ujar Imron berkaca-kaca.
Dokter muda yang juga direktur Rumah Sakit Islam (RSI) Pati ini menambahkan, saat membaca tahlil Mbah Sahal mengirim fatihah kepada para wali, kepada Mbah Mutamakkin, kepada PBNU, dan para ulama se-dunia. Setelah itu, Rais Aam tiga periode ini (1999-2004, 2004-2009, 2010-2014) berulang kali membaca aneka surah Al-Quran yang dihafal.
MUI: Kiai Sahal Panutan Umat Islam Indonesia
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut, Prof Abdullah Syah menilai, Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Sahal Mahfudz merupakan ulama kharismatik.
Almarhum, kata Abdullah, layak menjadi panutan umat Islam di Indonesia. "Almarhum adalah ulama yang layak menjadi teladan dan panutan," katanya di Medan
Sebagai akademisi yang mendalami ilmu keislaman, Abdullah Syah mengaku mengenal dengan baik terhadap sosok dan kepribadian KH Sahal Mahfudz.
Sebagai ulama, KH Sahahl Mahfudz adalah orang yang sangat tegas dalam mengambil keputusan dan tidak mau berpihak dalam urusan duniawi yang dapat merusak citra keulamaannya. "Beliau orang yang tegas dan independen, tidak mau ikut kemana-mana," katanya.
Islam Versi Kiai Sahal
Pokoknya, almarhum sungguh memancarkan Islam yang rahmatan lil alamin, mengingat cinta dan damai merupakan esensi dari hukum tertinggi. Atas jasa-jasanya, beliau mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Perdamaian Dunia (1984) dan Doctor Honoris Causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kontribusinya sebagai ahli ilmu fikih sosial, yakni memadukan ajaran dan hukum sosial dengan kehidupan masyarakat.
Sayang, Islam yang rahmatan lil alamin itu kini seolah tengah terdesak oleh kelompok takfirisme, yang memandang hukum Islam secara harafiah sehingga menampakkan wajah Islam yang marah. Keberadaan mereka jelas membahayakan ajaran Islam yang cinta damai. Sekaligus, mereka membahayakan keutuhan Indonesia yang terdiri atas banyak suku bangsa, agama, dan kepercayaan. Berulang kali, presiden pertama kita Sukarno berpidato bahwa negeri kita dibangun oleh perjuangan, pengorbanan, bahkan darah dari banyak pejuang yang berasal dari berbagai latar belakang agama dan mazhab.
Anis Matta: KH Sahal Mahfudz Memberi Makna Sosial pada Fiqih
Kemarin kita kehilangan salah satu putra terbaik bangsa. KH Sahal Mahfudz yang berpulang kemarin memang tokoh nahdliyin, tapi almarhum telah menjadi “milik” bangsa Indonesia. Sumbangsih terbesar KH Sahal adalah mentransformasi pemikiran tentang fiqih yang tidak lagi terbatas berkutat pada masalah halal-haram, tetapi juga menggali makna sosial dari ajaran fiqih.
KH Sahal telah membuat fiqih tidak menyeramkan, bahkan dapat menjadi tuntunan praktis bagi masyarakat awam. “Tentu setiap orang wajib berusaha mencari referensi yang baik ketika ingin memahami masalah agama, tapi juga jangan dibuat rumit. Itu spirit dan sikap Kyai Sahal yang saya tangkap dari pernyataan-pernyataan beliau selama ini,” kata Anis yang ketika kanak-kanak mengaji di madrasah NU di Bone, Sulawesi Selatan itu.
Dalam pidato itu pemimpin Pesantren Maslakul Huda di Pati, Jawa Tengah, tidak setuju menjadikan fiqih sebagai hukum positif nasional. “Fiqih harus dihadirkan sebagai etika sosial. Inilah yang selama ini mendorong saya untuk mengembangkan fiqih yang bernuansa sosial. Jadi, tidak hanya bicara halal-haram yang kental dengan nuansa individual atau upaya untuk menjadikan fiqih sebagai hukum negara,” kata almarhum pada waktu itu.Anis menambahkan bahwa kepergian seorang alim adalah kehilangan bagi umat. “Karena itu kita harus berdoa semoga Allah mengganti kepergian Kyai Sahal dengan kehadiran ulama-ulama muda, khususnya dari kalangan nahdliyin, yang akan melanjutkan perjuangan para ulama pendahulu,” pungkas Anis.
Partai yang dipimpinnya merupakan satu-satunya partai politik yang mengirimkan ucapan duka cita melalui karangan bunga di depan kantor PBNU. Karangan Bunga itu bertuliskan: "Turut Berduka Cita Atas Meninggalnya Alm Bpk KH Sahal Mahfudz Rais Aam PBNU".
Red : Prince
Diolah dari berbagai sumber
Red : Prince
Diolah dari berbagai sumber