Pertama kali memasuki dunia dakwah saya terheran-heran, kenapa begitu
banyak orang yang rela mengorbankan waktu, tenaga bahkan hartanya untuk
dakwah, padahal mereka tidak dibayar. Bahkan mereka harus mengeluarkan
uang untuk keperluan dakwahnya mulai dari biaya transport sampai biaya
konsumsi objek dakwahnya. Sampai akhirnya dengan skenario yang Allah
buat, saya berada dalam barisan orang-orang yang selalu merindukan
panggilan dakwah. Saya dipercayakan untuk memegang binaan anak SMA kelas
XII. Tiga kali saya sempat menolak kepada murabbi dengan berbagai
alasan yang cukup syar’I, dan untuk yang ke empat kalinya saya tidak
punya alasan lagi, dan Bismillah saya melangkah.
Pemandangan pertama kali yang saya temukan ketika bertemu dengan calon binaan saya adalah “nggak banget”. Pakaian mereka sangat mengkhawatirkan, rok mini dan baju ketat. Saya berfikir apakah di sekolah ini tidak ada peraturan yang mewajibkan siswanya berpakaian sopan? Pertemuan pertama saya dengan mereka hanya sebatas perkenalan saja, sekedar tahu nama, alamat, hobbi mereka dan hal apa yang mereka sukai dan mereka inginkan. Pertemuan pertama ternyata tidak memberikan kesan mendalam bagi perjalanan dakwah saya, saya bosan dan sedikit tidak nyaman dengan tingkah mereka yang kurang sopan.
Minggu berikutnya saya mulai mencari cara agar bisa beralasan untuk tidak hadir, namun selalu gagal. Mungkin Allah memang sudah mentakdirkan saya untuk menunjukkan jalan kebaikan kepada mereka. saya memcoba membangun kekuatan dan menyusun strategi untuk bisa diterima oleh mereka, hingga akhirnya mereka bisa nyaman berteman dengan saya. Hal pertama yang saya lakukan adalah menyelami kehidupan mereka, belajar bahasa alay mereka, belajar menjadi manusia super gaul ala anak SMA. Kehidupan yang bukan saya banget, tapi saya harus tahu seluk beluk dunia mereka dan mau tidak mau akhirnya saya harus browsing lagu terbaru yang sedang booming, artis yang banyak digandrungi anak SMA, cara berpakaian sampai gaya rambut yang mereka sukai. Apalagi saat itu sedang heboh-hebohnya K-POP, akhirnya saya jadi tahu apa itu SHINE, SUPER JUNIOR, BIGBANG, SNSD. Saya ceritakan kepada mereka bagaimana band Korea tersebut sebetulnya punya makar untuk menghancurkan Islam. Perlahan saya mulai memperkenalkan nasyid, yang pada awalnay mereka kira lagu pop, tapi kok liriknya banyak menyebut nama Allah.
Saya mulai menikmati perjalanan dakwah ini, saya banyak belajar dari mereka, dan tiba-tiba saya menjelma menjadi peri pengobat patah hati bagi mereka, karena jika salah satu dari mereka putus dengan pacarnya maka saya harus rela mendengarkan curhatan mereka, memberikan kekuatan dan mengarahkannya pada kebaikan. Tidak cukup sampai disitu, lewat kuasanya Allah ketuk pintu hati mereka untuk berkeinginan menutup aurat. Namun terkendala karena tidak adanya biaya untuk membeli baju-baju panjang dan kerudung, kemudian saya berinisiatif untuk meminta sumbangan baju muslimah kepada teman-teman saya yang masih layak pakai untuk kemudian saya bagikan kepada mereka. Alhamdulillah, menjelang detik terakhir saya membina mereka saya sudah bisa menyaksikan mereka menutup auratnya. Saya mencintai mereka, saya mencintai dakwah ini.
Akhirnya saya tahu kenapa banyak orang yang rela mengorbankan waktu, fikiran dan harta mereka untuk dakwah, karena mereka mencintai dakwah. Cintalah yang menjadikan mereka selalu merindukan panggilan dakwah. Cinta yang lahir dari kejernihan hati dan kesucian jiwa yang selamanya akan terus tertanam kepada mereka yang mengikrarkan dirinya untuk hidup dijalan dakwah
Tulisan : Sumiati SEBI, angkatan 2012
Sumber : Dakwatuna
Pemandangan pertama kali yang saya temukan ketika bertemu dengan calon binaan saya adalah “nggak banget”. Pakaian mereka sangat mengkhawatirkan, rok mini dan baju ketat. Saya berfikir apakah di sekolah ini tidak ada peraturan yang mewajibkan siswanya berpakaian sopan? Pertemuan pertama saya dengan mereka hanya sebatas perkenalan saja, sekedar tahu nama, alamat, hobbi mereka dan hal apa yang mereka sukai dan mereka inginkan. Pertemuan pertama ternyata tidak memberikan kesan mendalam bagi perjalanan dakwah saya, saya bosan dan sedikit tidak nyaman dengan tingkah mereka yang kurang sopan.
Minggu berikutnya saya mulai mencari cara agar bisa beralasan untuk tidak hadir, namun selalu gagal. Mungkin Allah memang sudah mentakdirkan saya untuk menunjukkan jalan kebaikan kepada mereka. saya memcoba membangun kekuatan dan menyusun strategi untuk bisa diterima oleh mereka, hingga akhirnya mereka bisa nyaman berteman dengan saya. Hal pertama yang saya lakukan adalah menyelami kehidupan mereka, belajar bahasa alay mereka, belajar menjadi manusia super gaul ala anak SMA. Kehidupan yang bukan saya banget, tapi saya harus tahu seluk beluk dunia mereka dan mau tidak mau akhirnya saya harus browsing lagu terbaru yang sedang booming, artis yang banyak digandrungi anak SMA, cara berpakaian sampai gaya rambut yang mereka sukai. Apalagi saat itu sedang heboh-hebohnya K-POP, akhirnya saya jadi tahu apa itu SHINE, SUPER JUNIOR, BIGBANG, SNSD. Saya ceritakan kepada mereka bagaimana band Korea tersebut sebetulnya punya makar untuk menghancurkan Islam. Perlahan saya mulai memperkenalkan nasyid, yang pada awalnay mereka kira lagu pop, tapi kok liriknya banyak menyebut nama Allah.
Saya mulai menikmati perjalanan dakwah ini, saya banyak belajar dari mereka, dan tiba-tiba saya menjelma menjadi peri pengobat patah hati bagi mereka, karena jika salah satu dari mereka putus dengan pacarnya maka saya harus rela mendengarkan curhatan mereka, memberikan kekuatan dan mengarahkannya pada kebaikan. Tidak cukup sampai disitu, lewat kuasanya Allah ketuk pintu hati mereka untuk berkeinginan menutup aurat. Namun terkendala karena tidak adanya biaya untuk membeli baju-baju panjang dan kerudung, kemudian saya berinisiatif untuk meminta sumbangan baju muslimah kepada teman-teman saya yang masih layak pakai untuk kemudian saya bagikan kepada mereka. Alhamdulillah, menjelang detik terakhir saya membina mereka saya sudah bisa menyaksikan mereka menutup auratnya. Saya mencintai mereka, saya mencintai dakwah ini.
Akhirnya saya tahu kenapa banyak orang yang rela mengorbankan waktu, fikiran dan harta mereka untuk dakwah, karena mereka mencintai dakwah. Cintalah yang menjadikan mereka selalu merindukan panggilan dakwah. Cinta yang lahir dari kejernihan hati dan kesucian jiwa yang selamanya akan terus tertanam kepada mereka yang mengikrarkan dirinya untuk hidup dijalan dakwah
Tulisan : Sumiati SEBI, angkatan 2012
Sumber : Dakwatuna