Cheng Ho, Laksama Besar Muslim Asal China

    Author: MMM SEBI Genre: »
    Rating


    Tak banyak orang yang tahu tentang Cheng Ho. Padahal pada abad ke-15 ada sebuah sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal Tiongkok. Batu prasasti di sebuah kota di Provinsi Fujian, Cina, mengisahkan jejak perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan tangguh bernama Cheng Ho atau Zheng He.

    Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam diseluruh dunia termasuk bangsa Indonesia. Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko dan Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.

    Ekspedisi Luar Biasa

    Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia, bahwa ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya samudera biru. 

    Tak hanya itu, ekspedisi mengarungi samudera yang dilakukan Cheng Ho, juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.

    Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho. Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya mencapai 35 ribu mil.

    Cheng Ho menyatakan bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak.

    1.   Pada ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil berisi 27.800 orang
    2.    Pada ekspedisi kedua, Cheng Ho tak ikut memimpin ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung halamannya.
    3.    Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27.000 orang
    4.  Sedangkan pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dengan awaknya  27.550 orang.

    Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang. Sehingga dapat dikatakan ekspedisi yang dilakukan Cheng Ho benar-benar dahsyat. 

    Perbandingan Kapal Cheng Ho (Putih) dengan Kapal Columbus (Hitam)
    Dalam setiap ekspedisi itu, secara khusus Cheng Ho menumpangi 'kapal pusaka'. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk menjelajah samudera itu 5 kali lebih besar dibanding kapal Columbus.

    Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka' itu mencapai 2.500 ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya, keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi berikutnya.

    Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He's Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada 'Jalur Sutera' antara Beijing-Bukhara.

    Toleransi Cheng Ho

    Cheng Ho, Zheng He atau Sam Po, diceritakan sebagai seorang pemimpin yang sangat menghormati orang lain. Didalam kru kapalnya, terdapat tidak hanya orang yang beragama Islam tapi juga beragama Buddha dan Tao. Dan Cheng Ho tidak pernah melarang kru nya yang beragama lain untuk melaksanakan ritual agamanya.

    Dalam setiap kali melakukan pelayaran, para awak kapal yang beragama Islam juga senantiasa melaksanakan shalat secara berjamaah. Tercatat, beberapa tokoh Muslim yang pernah ikut adalah Ma Huan, Guo Chongli, Fei Xin, Hassan, Sha’ban, dan Pu Heri. ”Kapal-kapalnya diisi dengan prajurit yang kebanyakan terdiri atas orang Islam,” tulis Buya Hamka dalam majalah Star Weekly.

    Biografi Sang Admiral

    ''Cheng Ho terlahir sekitar tahun 1.371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina," ungkap Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.

    Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13 tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga Pangeran Zhu Di - anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan khusus Pangeran Zhu Di.

    Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh. Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang dinamakan Zhenglunba.

    "Cheng Ho juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara','' papar Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki, posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402. Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.

    Rekor Dunia

    Majalah Life menempatkan laksamana Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.

    Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Selain itu beliau adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu banyaknya beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.

    Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.

    Tak ada penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan, ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu berharap dengan ekspedisi itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven (Putra Dewa dari Surga). Tindakan militer Cheng Ho sebenarnya hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang

    Hubungan Cheng Ho dengan Indonesia


    Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.

    Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.

    Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong. 

    Masjid Cheng Ho di Surabaya
    Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana

    Sumber : Wikipedia, Muslimdaily, dan Anertia
    Red : Prince

    Leave a Reply

    Jam

    Category

    Kalender Hijriah


    Jumlah Pengunjung