Melihat
fenomena zaman sekarang, sebagian besar kaum muslimin beranggapan bahwa
keberadaan masjid di lingkungannya hanya sekedar sebagai tempat ritual
keagamaan saja. Itu adalah sebuah persepsi yang harus dibenahi oleh kaum
muslimin sendiri. Apakah kita tidak menyadari, bahwa hal yang pertama dilakukan
oleh Rasulullah Saw. ketika berhijrah dari Mekah ke Yatsrib (madinah), adalah
membangun masjid. Mengapa, karena Rasulullah Saw menjadikan masjid sebagai pusat dari berbagai kegiatan yang
penting. Mulai dari pusat peribadatan, pusat pemerintah, pusat kajian ilmu,
mengatur strategi perang, bahkan pusat perkonomian.
Mengembalikan
fungsi masjid yang ideal memang memerlukan waktu yang tidak sebentar, bahkan
bisa dikatakan kita berjuang selama hidup kita untuk menjadikan masyarakat yang
senatiasa hatinya terikat dengan masjid. Sebagaimana Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
“Ada tujuh golongan
orang yang mendapat naungan di padang masyhar, yang tidak ada naungan kecuali
naungan dari-Nya: pemimpin yang adil, orang yang saling mencintai dan membenci
karena Allah, seseorang yang hatinya terikat dengan masjid,....”
(HR. Bukhori dan Muslim)
Hadist ini mengisyaratkan agar kita
menjadi seorang yang akhlaknya senantiasa mengikuti tabi’at masjid yaitu baik
dan menyebarkan kebaikan, dan selalu tergerak untuk
memakmurkannya.
Dan apabila kita melihat sejarah
lebih lanjut, bahwasanya islam disebarkan di Indonesia oleh para mubaligh dari
jazirah Arab, melalui jalur perekonomian dengan aktifitas di dalam pasar.
Mereka mulai menyebarkan nilai-nilai islami dalam perniagaan mereka. Dan
uniknya, bahwa masjid pertama di pulau Jawa justru terletak di dalam pasar,
mengapa tidak membangun masjid di tempat yang sunyi, sebagaimana tempat ibadah
agama lain. Hal ini memiliki
tujuan, yaitu agar
masyarakat senantiasa mudah untuk menyeimbangkan kehidupan mereka yang bersifat
duniawi dan ukhrowi. Allah swt pun menggambarkan dinamika kehidupan kaum
muslimin, seperti dalam QS. Al-Jumu’ah ayat 9-10, yang artinya:
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru
untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli,yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
Mengetahui. Apabila
Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Terlihatlah
bagaimana etos kerja kaum muslimin era sahabat dalam mencari kehidupan dunia,
dengan menyeimbangkan dengan kehidupan akhirat. Pada ayat kesepuluhnya, Allah swt pun memerintahkan untuk melanjutkan aktifitas setelah
melakukan sholat (ibadah). Sungguh inilah sebuah keistimewaan islam dalam
membangun peradaban manusia melalui masjid sebagai pusatnya.
. Di
sini kita akan mencoba membahas kajian pengembangan ekonomi berbasis masjid.
Membangun perekonomian berbasis masjid sudah bukan merupakan hal yang mustahil.
Dimulai dari kesadaran kaum muslimin untuk senantiasa hatinya terikat dengan
masjid dalam artian selalu memakmurkannya. Ketika kaum muslimin sudah terbiasa
bergaul di dalam masjid, sudah dipastikan mereka membuat sebuah ‘majlis’ yang di mana ditekankan untuk hal
mencari ilmu (baca = majlis
ta’lim). Di sinilah awal dari pengembangan berbagi aspek kehidupan.
Hal yang pertama kali untuk memulai proses pengembangan
perekonomian di dalam masjid, adalah dengan membuat sebuah komunitas khusus di
antara mereka. Misalnya koperasi di antara anggota majelis ta’lim. Pada awalnya,
mereka bisa memulai untuk meningkatkan produktifitas dengan wadah koperasi
tersebut. Sehingga aktifitas di dalam masjid tidak hanya identik dengan ritual
keagamaan saja di mata masyarakat luas. Ditunjang dengan sistem koperasi yang
sarat syari’ah, sehingga dapat menguatkan makna perekonomian berbasis masjid.
Tidak hanya sampai di sana, hal
ini bisa menjadi sarana untuk mendakwahkan nilai-nilai islam kepada seluruh
masyarakat. Dan diharapkan bisa meluaskan hubungan dengan masyarakat luas.
Masyarkat bisa dibina dalam masalah keislaman dan perekonomian khususnya,
sehingga bisa mencetak masyarakat yang mempunyai keahlian perekonomian yang
telah digariskan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dan izzah islam bisa terangkat oleh
kekuatan ekonomi kaum muslimin sendiri.
Wallahu A’lam Bisshowab.
Oleh:
Rizki Nugraha